ANALGETIKA
Pengertian
Analgetik adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya pasca bedah dan pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgetika memiliki efek antipiretik dan efek anti inflamasi.
Asam salisilat, paracetamol mampu mengatasi nyeri ringan sampai sedang, tetapi nyeri yang hebat membutuhkan analgetik sentral yaitu analgetik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan sifat antiinflamasi berguna untuk mengobati radang sendi (artritis reumatoid) termasuk pirai-gout.
Analgesik antiinflamasi diduga bekerja berdasarkan penghambatan sintesis prostaglandin (penyebab rasa nyeri). Rasa nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori:
- Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid, dll), dapat diatasi dengan asetosal, paracetamol, bahkan placebo.
- Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, reumatik), memerlukan analgetik perifer kuat.
- Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker), harus diatasi dengan analgetik sentral atau analgetik narkotik.
Penggolongan
Analgetik dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:
- Analgetik narkotik (analgetik sentral)
- Analgetik non narkotik (analgetik perifer)
Analgetik Narkotik (Analgetik Sentral)
Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri yang hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat depresan umum (mengurangi kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa nyaman (euforia). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan oleh analgetik narkotik kecuali sensasi kulit. Obat golongan ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark, kolik batu empedu/batu ginjal).
Penggolongan analgetik-narkotik adalah sebagai berikut:
ü Alkaloid alam : Morfin, Codein
ü Derivat semi sintetis : Heroin
ü Derivat sintetis : Metadon, Fentanil
ü Antagonis morfin : Nalorfin, Nalokson dan Pentazocin
Analgetik narkotik/opioid dibagi menjadi 2, yaitu analgetik opioid kuat dan analgetik opioid lemah.
Analgetik Opioid Kuat
Digunakan pada terapi nyeri tumpul yang tidak teralokasi dengan baik (viseral). Contoh obat ini adalah sebagai berikut:
Morfin
Menghasilkan suatu kisaran efek sentral meliputi analgesia, euforia, sedasi, depresi napas, depresi pusat vasomotor. Morfin bisa menyebabkan pelepasan histamin dengan vasodilatasi dan rasa gatal.
Diamorfin
Heroin dan diasetilmorfin, lebih larut dalam lemak diandingkan morfinsehingga mempunyai awitan kerja lebih cepat bila diberikan secara suntikkan. Dosis kecil diamorfin epidural semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyeri hebat.
Fenazosin
Merupakan obat sangat poten yang digunakan pada nyeri hebat.
Dekstromoramid
Mempunyai durasi kerja singkay (2-4jam) dan dapat diberikan secara oral maupun sublingual sesaat sebelum tindakan yang menyakitkan.
Fentanil
Dapat diberikan secara transdermal pada pasien dengan nyeri kronis yang stabil, terutama bila opioid oral menyebabkan mual dan muntah hebat.
Metadon
Mempunyai durasi kerja panjang dan kurang sedatif dibandingkan morfin. Metadon digunakan secara oral untuk terapi rumatan pecandu morfin atau heroin.
Petidin
Mempunyai awitan kerja cepat, tetapi durasinya yang singkat (3 jam) membuatnya tidak cocok untuk pengendalian nyeri jangka panjang.
Buprenorfin
Mempunyai awitan krja lambat, tetapi merupakan analgetik efektif setelah pemberian sublingual. Obat ini mempunyai durasi kerja lebih panjang (6-8 jam) dari pada morfin, tetapi bisa menyebabkan muntah berkepanjangan.
Analgetik Opioid Lemah
Digunakan pada nyeri ringan sampai ringan, dapat menyebabkan ketergantungan dan cenderung disalahgunakan. Contoh obat dari analgetik opioid lemah adalah sebagai berikut:
Kodein
Metilmorfin, diabsorpsi baik secara oral, tetapi mempunyai afinitas sangat rendah terhadap reseptor opioid. Efek samping obat ini adalah konstipasi, muntah, sedasi. Kodein juga digunakan sebagai obat antitusif dan antidiare.
Dekstropropoksifen
Mempunyai kira-kira setengah potensi kodein, tetapi mempunyai aksi yang serupa pada dosis ekuianalgesik. Obat ini sering diberikan dalam kombinasi tetap dengan aspirin atau parasetamol, tetapi lebih sedikit bukti yang menyatakan bahwa kombinasi tersebut lebih efektif dari pada OAINS saja.
Analgetik Non Narkotik (Analgetik Perifer)
Analgetik ini tidak mempengaruhi susunan saraf pusat. Semua analgetik perifer memiliki khasiat sebagai antipiretik yaitu menurunkan suhu badan ada saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor dihipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer dikulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak keringat.
Penggolongan
Berdasarkan struktur kimia, analgetik non narkotik dibagi 6 kelompok antara lain :
I. Turunan Asam Salisilat
Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik. Obat ini bisa digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik. Penggunaan asam salisilat tidak pernah dilakukan secara per oral karena terlalu toksik. Efek samping nya adalah iritasi lambung karena gugus karboksilat bersifat asam. Senyawa-senyawa turunan asam salisilat seperti aspirin, salisilamid, diflunisal lebih banyak digunakan. Untuk meningkatkan aktivitas analgesik antipiretik dan mengurangi efek sampingnya dapat dilakukan dengan 4 jalan yaitu :
a. Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester maupun amida. Contoh : metil salisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat & salisilamid
b. Substitusi pada gugus hidroksil. Contoh : aspirin (asam aseti salisilat), salisil.
c. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Berdasarkan pada prinsip salol, senyawa secara in vivo akan terhidrolisis menjadi aspirin. Contoh : aluminium aspirin dan karbetil salisilat.
d. Memasukkan gugus OH pada cincin aromatik atau menambah gugus lain. Contoh : diflunisal, flufenisal, meseklazon.
Hubungan struktur dan aktivitas pada turunan asam salisilat
1. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dengan gugus hidroksil harus berdekatan.
2. Turunan halogen seperti 5-klorsalisilat dapat menambah aktivitas namun memiliki toksisitas yang lebih besar.
3. Pemasukan gugus amino pada posisi 4 akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
4. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 akan menyebabkan metabolisme gugus asetil menjadi lebih lambat.
5. Penambahan gugus aril pada posisi 5 akan meningkatkan aktivitas.
6. Adanya gugus difluorofenil pada posisi para dengan karboksilat (misal diflunisal) akan menambah aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping (iritasi saluran cerna).
7. Iritasi lambung pada aspirin ditujukan pada gugus karboksilat sehingga esterifikasi gugus akan mengurangi efek iritasi.
II. Turunan Anilin & para Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol memiliki aktivitas sebagai analgesik antipiretik namun tidak memiliki aktivitas sebagai antiradang dan antirematik. Efek samping yang sering terjadi adalah methaemoglobin dan hepatotoksik. Contoh : asetaminofen, asetanilid, dan fenasetin.
Hubungan struktur aktivitas pada turunan anilin dan p-aminofenol
1. Anilin memiliki aktivitas antipiretik yang tinggi namun efek sampingnya juga besar karena menyebabkan methaemoglobin (Hb dalam bentuk ferri, tidak dapat berfungsi membawa oksigen).
2. Substitusi pada gugus amino mengurangi kebasaan sehingga mengurangi aktivitas dan efek sampingnya.
3. Turunan aromatik pada asetanilid dan benzanilid sukar larut dalam air, tidak dapat membawa cairan tubuh ke reseptor sehingga mengurangi aktivitasnya. Salisilanilid meskipun tidak memiliki efek antipiretik namun dapat digunakan sebagai antijamur.
4. Para-aminofenol merupakan produk metabolit dari anilin dan memiliki toksisitas lebih rendah namun masih terlalu toksik untuk digunakan sebagai obat sehingga perlu modifikasi strukturnya.
5. Asetilasi pada gugus amino pada p-aminofenol dapat mengurangi efek samping.
6. Esterifikasi pada gugus hidroksi dengan metil (anisidin), etil (fenetidin) meningkatkan efek analgesik namun karena masih mengandung amina bebas, dapat menyebakan methaemoglobin.
7. Pemasukan gugus polar, gugus karboksilat ke dalam inti benzen, akan menghilangkan aktivitas.
8. Etil eter dari asetominophen (fenasetin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi namun penggunaan jagka panjang dapat mengakibatkan methaemoglobin, kerusakan ginjal, dan karsinogenik.
9. Ester salisilat pada asetaminofen (fenetsal) mengurangi efek toksis dan emnambah aktivitas analgesik.
III. Turunan 5-Pirazolon & Pirazolidindion
Mengurangi rasa skt nyeri kepala, nyeri spasma usus, ginjal, sal empedu&urin, neuralgia, migrain,dismenerhu, nyeri gigi, nyeri rematik. Efek samping : agranulositosis pada bbrp kasus dpt berakibat fatal. Contoh : antipirin, amidopirin, dan metampiron.
a. Antipirin (fenazon)
Mempunyai aktivitas analegsik antipiretik setara dengan asetanilid. Efek samping agranulositosis lebih besar dan memiliki efek paralisis pada saraf sensorik dan motorik sehingga digunakan untuk anestesi lokal dan vasokontriksi pada pengobatan laringitis dan rinitis. Dosis larutan 5-15 %
b. Amidopirin
Memiliki aktivitas analgesik setara antipirin. Absorbsi obat dalam saluran cerna lebih cepat dengan waktu paro 2-3 jam dan 25-30% terikat dengan protein plasma.
c. Metampiron
Metampiron merupakan analgesik yang cukup populer di Indonesia. Metampiron terabsorbsi cepat dalam saluran cerna dan cepat termetabolisme di hati. Dosis yang digunakan adalah 50mg 4 kali sehari.
Pada turunan pirazolidindion memiliki gugus keto pada C3 sehingga dapat membentuk enol aktif yang mudah terionisasi.
Hubungan struktur aktivitas turunan pirazolidindion
1. Substitusi atom H pada C4 dengan gugus metil menghilangkan aktivitas antiradang karena senyawa tidak dapat membentuk gugus enol.
2. Penggantian 1 atom N pada inti pirazolidindion dengan atom O, pemasukan gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan penggantian gugus n-butil dengan gugus alil atau propol tidak memengaruhi aktivitas antiradang.
3. Penggantian inti benzen dengan siklopentan atau sikloheksan akan menghilangkan aktivitas.
4. Penigkatan keasaman akan mengurangi efek antiradang dan meningkatkan efek urikosurik.
IV. Turunan Asam N-Arilantranilat
Turunan asam N-antranilat merupakan analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan ini memiliki antiradang pada pengobatan rematik, mengurangi rasa nyeri pada nyeri ringan dan moderat. Efek samping iritasi saluran cerna, diare, mual, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis, dan trombositopenia. Contoh : Asam mefenamat, asam flufenamat, asam meklofenamat
Hubungan struktur aktivitas turunan asam antranilat
1. Aktivitas lebih tinggi jika pada inti benzen yang memunyai atom N dengan posisi 2,3, dan 6.
2. Senyawa yang aktif adalah turunan senyawa 2,3 disubstitusi.
3. Memilikiaktivitas lebih tinggi jika gugus pada N-aril di luar koplanaritas asam antranilat.
4. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan reseptor hipotetik antiradang.
5. Adanya substitusi pada o-metil pada asam mefenamat dan o-klor pada asam meklofenamat meningkatkan aktivitas analgesik.
6. Penggantian atom N pada asam mefenamat dengan senyawa isosterik seperti O,S, CH2 menrurunkan aktivitas.
V. Turunan Asam Arilasetat & Heteroarilasetat
Turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat memiliki aktivitas cukup tinggi namun efek samping pada saluran cerna cukup besar. Contoh : diklofenak, ibuprofen, ketoprofen, fenoprofen, namoksirat, dan fenbufen
Hubungan struktur aktivitas turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat
1. Mempunyai gugus karboksil atau ekivalennya seperti asam enolat, asma hidroksamat, sulfonamida, tetrasol yang terpisah oleh 1 atom C dari inti aromatik datar.
2. Adanya gugus α-metil pada rantai samping asetat dapat meningkatkan aktivitas antiradang. Contoh : ibufenak tidak mempunyai gugus α-metil dan bersifat hepatotoksik. Makin panjang rantai C, aktivitas semakin rendah.
3. Adanya α-substitusi senyawa bersifat optis aktif dan kadang-kadang isomer 1 lebih aktif dibanding yanglain. Konfigurasi yang aktif adalah bentuk isomer S. Contoh : S(+) ibuprofen lebih aktif dibanding isomer (-). Sedangkan isomer (+) dan (-) fenoprofen mempunyai aktivitas yang sama.
4. Mempunyai gugus hidrofob yang terikat pada C inti aromatik pada posisi meta atau para dari gugus asetat.
5. Turunan ester dan amida juga memunyai aktivitas antiradang karena secara in vivo dihidrolisis menjadi bentuk asamnya.
VI. Turunan Oksikam
Turunan ini umumnya bersifat asam, mempunyai efek antiradang, analgesik, antipiretik, efektif untuk pengobatan simtomatik rematik atritis, osteoartritis, dan antipirai.
Contoh : piroksisam, tenoksisam, isoksisam.
a. Piroksisam
Piroksisam memiliki efek analgesik, antirematik, antiradang setara dengan indometasin dengan masa kerja yang cukup panjang. Piroksisam memiliki efek samping iritasi saluran cerna yang cukup besar. Piroksisam terserap dengan baik pada saluran cerna, 99% obat terikat pada protein plasma. Kadar tertinggi plasma pada 3-5 jam setelah pemberian oral dengan waktu paro plasma 30-60 jam.
b. Tenoksisam
Tenoksisam mempunyai aktivitas antiradang , analgesik-antipiretik dan juga menghambat agregasi platelet. Tenoksisam terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka. Efek iritasi saluran cerna cukup besar dengan waktu paro 72 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, G.B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
Kee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.
Neal, M.J. 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
PERTANYAAN
1. Menurut pendapat anda apa tujuan perlu dilakukannya modifikasi suatu struktur molekul obat?
2. Apa salah satu hubungan struktur dan aktivitas turunan morfin?
3. Bagaimana penjelasan mengenai 3 sisi reseptor turunan morfin untuk menimbulkan aktivitas analgesik?
4. Hal apa saja yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat analgetik?
5. Bagaimana interaksi antara analgetik dengan reseptor?
6. Bagaimana mekanisme kerja reseptor opioid dalam memberikan efek analgetik?
7. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi ketergantungan obat?
PERTANYAAN
1. Menurut pendapat anda apa tujuan perlu dilakukannya modifikasi suatu struktur molekul obat?
2. Apa salah satu hubungan struktur dan aktivitas turunan morfin?
3. Bagaimana penjelasan mengenai 3 sisi reseptor turunan morfin untuk menimbulkan aktivitas analgesik?
4. Hal apa saja yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat analgetik?
5. Bagaimana interaksi antara analgetik dengan reseptor?
6. Bagaimana mekanisme kerja reseptor opioid dalam memberikan efek analgetik?
7. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi ketergantungan obat?
Menurut saya faktor yang dapat mempengaruhi ketergantunga obat yaitu biologis, lingkungan dan kebudayaan
BalasHapussaya setuju dengan hesty dimana jika dikaitkan dengan pokok bahasan analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ visera.
HapusPenggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan.
Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis nantinya
Saya akan mencoba menambahkan .Seperti yang dijelaskan hesti diatas jadi kondisi biologis disini yaitu kondisi fisik dari suatu individu dan bisa saja berbeda tiap individu. Misalnya pada si A dosis 500 mg dalam penggunaan selama 2 minggu dapat menyebabkan ketergantungan . Namun pada si B dosis 500 mg dalam penggunaan selama 2-3 minggu tidak menyebabkan ketergantungan. Jadi intinya tergantung dari individu masing masing
HapusSaya sependapat dengan yassir, dimana dalam suatu senyawa obat (terutama senyawa baru) selain menghasilkan efek, struktur dari senyawa tersebut juga menghasilkan efek yang tidak diinginkan (efek samping) sehingga diperlukan lagi suatu perancangan obat untuk menyesuaikan efek terapi obat dengan efek samping yang minimal
BalasHapusya saya setuju, dengan dilakukannya modifikasi obat akan menurunkan efek samping yang tidak diinginkan atau meniadakan efek samping dari obat tersebut
BalasHapushai hilda saya ingin menambahkan jawaban atas pertanyaan no7
BalasHapusmenurut saya faktor yang sangat berperan adalah faktor biologis, berikut penjabarannya:
Gen yang orang dilahirkan dalam kombinasi dengan pengaruh lingkungan sekitar setengah dari mereka rentan terhadaap kecanduan. Selain itu, gender, etnisitas, dan adanya gangguan mental lainnya dapat mempengaruhi risiko penyalahgunaan narkoba dan kecanduan. Faktor genetik dan lingkungan berinteraksi dengan tahap-tahap perkembangan penting dalam kehidupan seseorang kecanduan mempengaruhi kerentanan, dan pengalaman remaja tantangan ganda. Walaupun menggunakan narkoba pada usia berapa pun dapat mengakibatkan kecanduan, yang sebelumnya bahwa penggunaan narkoba dimulai, semakin besar kemungkinan untuk berkembang menjadi lebih serius penyalahgunaan. Dan karena remaja, otak masih berkembang di daerah-daerah yang mengatur pengambilan keputusan, penilaian, dan pengendalian diri, mereka sangat rentan terhadap risiko perilaku, termasuk penyalahgunaan obat.
Waah, apa yg sudah dijelaskan oleh cindra sudah sesuai dengan apa yg saya baca, bahwa adanya faktor biologis
Hapus4. Dosis, cara dan aturan pakai, efek samping, dan kontraindikasi
BalasHapussaya akan menambahkan no 4
Hapuswaktu pemberian, respon klinis sebelumnya saat mengonsumsi analgetik.
untuk jawaban nomor 4. analgetik dapat menimbulkan efek samping, penggunaannya disesuaikan dengan penyakit yang dirasakan, dapat menyebabkan kerusakan hati jika digunakan dalam jangka waktu yang panjang
BalasHapusuntuk jawaban nomor 2.
BalasHapushidrogenasi ikatan rangkap c7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi
2. pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas
BalasHapus7. Faktor penyebab kecanduan obat:
BalasHapus1. Alasan psikologis
Kebanyakan orang menggunakan obat-obatan untuk bereksperimen dan bersenang-senang, sebagian orang bisa lepas dan tidak jadi pecandu, tapi bagi orang yang menggunakannya secara kompulsif dan memiliki kerentanan psikologis maka mudah baginya untuk jadi pecandu.
Orang yang kecanduan obat-obatan sering berjuang dengan pengalaman emosional yang kuat dan sulit menanganinya. Pengalaman emosional yang paling umum adalah kemarahan, rasa bersalah, kesedihan, merasa kosong dan kesepian. Pecandu menggunakan narkoba untuk mematikan emosional ini, melarikan diri dari rasa sakit dan meningkatkan harga dirinya.
2. Trauma sosial
Trauma sosial ini sangat terkait dan jadi penyebab penting terhadap penggunaan obat secara kompulsif atau kecanduan. Trauma sosial ini bisa melibatkan dirinya sendiri, keluarga atau sosial budaya.
Namun yang umum biasanya disebabkan oleh pelecehan seksual, pengabaian emosional, lingkungan keluarga yang terganggu, kekerasan fisik, kekerasan teroris serta pengasingan.
3. Peran dari gen dan penyakit mental
Penelitian telah menemukan korelasi antara genetik dengan biokimia dari obat-obatan, serta penyakit mental tertentu juga bisa memicu seseorang lebih mudah terjerumus ke dalam kecanduan obat-obatan. Untuk itu psikoterapi dan peningkatan motivasi bisa membuat perubahan pada diri pecandu.
saya akan membantu menjawab pertanyaan no 6, reseptor opioid bekerja dengan menganggap bahwa opioid adalah opiod endogen yang ada di dalam tubuh, karna mekanisme krja opioid menuerupai opioid endogen
BalasHapussaya setuju, dan opioid bekerja pada sistim saraf pusat
Hapusmau bantu jawab nomor 4 , untuk analgetk narkotik penggunaannya harus dimonitoring oleh dokter, dapat menyebabkan ketergantungan maka pemakaiannya harus sesuai dosis
BalasHapusSaya ingin menjawab pertanyaan nomor 6 yaitu,
BalasHapusSebagai analgetik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor – reseptor opioid yang diketahui ada 4 reseptor, yaitu :
1. Reseptor Mu
Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. Stimilasi pada reseptor ini akan menimbulkan analgesia, rasa segar, euphoria dan depresi respirasi.
2. Reseptor Kappa
Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anesthesia. Morfin bekerja pada reseptor ini.
3. Reseptor Sigma
Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil medriasis, dan stimulasi respirasi.
4. Reseptor Delta
Pada manusia peran reseptor ini belum diketahui dengan jelas. Diduga memperkuat reseptor Mu.
3.Menurut Beckett dan Casy
BalasHapusReseptor turunan morfin punya 3 sisi yg sangat penting untuk timbulnya aktivitas analgesik, yaitu :
1. Struktur bidang datar, mengikat cincin aromatik obat dengan ikatan van der Waals
2. Tempat anionik, mampu berinteraksi dengan pusat muatan positif obat
3. Lubang dengan orientasi sesuai untuk menampung bagan CH2 dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak didepan cincin aromatik & pusat dasar
1. Salah satu tujuan modifikasi molekul obat adalah menurunkan toksisitas dan efek samping obat atau dengan kata lain mendapatkan obat dengan indeks terapetik atau batas keamanan yang besar.
BalasHapusModifikasi molekul obat selain bertujuan menurunkan resiko efek samping, juga untuk menemukan struktur senyawa baru yang memiliki aktifitas farmakologis lebih baik dari yang sebelumnya.
Hapusnomor 7 faktor yang dapat mempengaruhi ketergantunga obat yaitu biologis, lingkungan dan kebudayaan
BalasHapuskarena analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ visera.
Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan.
Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis nantinya
Analgetik
BalasHapus4. - penggunaan obat analgetik dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan pada hati
- penggunaan analgetik narkotik harus dibawah pengawasan dokter yang bersangkutan
-memilih analgetik sesuai nyeri yang dirasakan
pertanyaan no 1
BalasHapusModifikasi suatu obat perlu dilakukan untuk mendapat obat baru dengan aktivitas yang dikehendaki, antara lain yaitu meningkatkan aktivitas obat, menurunkan efek samping atau toksisitas, meningkatkan selektif obat memperpanjang masa kerja obat, meningkatkan kenyamanan penggunaan obat dan meningkatkan aspek ekonomis obat.
BalasHapusbeberapa Hubungan antara struktur dan aktivitas turunan morfin diantaranya:
a. Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksi fenol akan menurunkan aktivitas analgetik meningkatkan aktivitas anti batuk dan meningkatkan efek kejang
b. Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alcohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgetik, meningkatkan efek stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitasnya.
c. Pengubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgetik secara drastis.
d. Pengubahan konfigurasi hidroksi pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgetik.
1. untuk mendapatkan obat baru dengan aktivitas yang dikehendaki, antara lain yaitu meningkatkan aktivitas obat, menurunkan efek samping atau toksisitas, meningkatkan selektifitas obat memperpanjang masa kerja obat, meningkatkan kenyamanan penggunaan obat dan meningkatkan aspek ekonomi obat.
BalasHapusno 1
BalasHapustujuan identifikasi obat baru adalah untuk menghasilkan efek terapi dari senyawa obat dan mengurangi efek samping dari sediaan yang dimodifikasi tsb.
Saya akan menambahkan jawaban nmr 5 interkasi analgesik dan resepotor terjasi Ikatan Ion-Dipol & Dipol-Dipol
BalasHapus· Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom lain, seperti : O & N akan membentuk distribusi elektron tidak simetrik atau dipol, yang mampu membentuk ikatan dengan ion atau dipol lain, baik yg mempunyai daerah kerapatan elektron tinggi maupun yang rendah
· Gugus-gugus yang mempunyai fungsi dipolar adalah.: gugus karbonil, ester, amida, eter & nitril
· Gugus tersebut sering didapatkan pada senyawa yang berstruktur khas
· berinteraksi dgn reseptor analgesic
faktor yang mempengaruhi seseorang ketergantungan terhadapa obat:
BalasHapusTidak ada faktor tunggal yang dapat memprediksi apakah seseorang akan menjadi ketergantungan obat. Risiko untuk kecanduan dipengaruhi oleh seseorang biologis, psikologis, lingkungan sosial dan kebudayaan. Semakin banyak faktor risiko individu memiliki, semakin besar kesempatan bahwa meminum obat-obatan dapat menyebabkan kecanduan.